Luciand Tancapkan Akar Grunge Baru dari Cianjur melalui Ep Sakara Rupa dan single Would Cry

Dari Cianjur yang tenang, muncul gelombang distorsi dan suara penuh luka yang tak lagi ingin dipendam. Luciand, band post-grunge/alternative rock regenerasi dan muda yang digawangi Aksahya (vokal & gitar), Andika (gitar), Michael (drum), dan Gilang (bass), hadir dengan Sakara Rupa, sebuah EP debut berisi enam nomor yang jadi saluran bagi kecemasan, ketakpastian, dan pencarian makna hidup yang terasa makin menekan di era kini.

Grunge, bagi Luciand, bukan sekadar pilihan gaya atau nostalgia pada masa lalu. “Kami memilih Grunge karena kami merasa Grunge itu jujur,” kata mereka dalam wawancara. “Musiknya keras, liriknya lugas, dan nggak dibuat-buat. Grunge tuh kayak ruang buat kami mengekspresikan keresahan tanpa harus keliatan keren.”

Pilihan itu bukan tanpa alasan. Di tengah skena musik yang kadang terlalu rapi atau penuh tuntutan gaya, Luciand justru mencari celah untuk menyuarakan emosi yang sering luput didengar. “Kami suka gimana musik ini membawa kebebasan untuk menjadi diri sendiri, di luar ekspektasi sosial. Sebagai generasi muda, kami juga ingin membuktikan kalau Grunge itu bukan genre yang ketinggalan zaman.”

Lewat musik, mereka ingin bicara tentang hal-hal yang akrab namun tak mudah disampaikan. Dari rasa gagal, tekanan hidup, sampai ketidakjelasan masa depan. “Kami mau nyuarain keresahan sehari-hari, kayak kecemasan, rasa gagal, tekanan hidup, dan perlawanan terhadap standar sosial yang kadang bikin orang ngerasa kecil.”

EP Sakara Rupa sendiri dibangun dari proses yang sederhana namun jujur. “Biasanya kami mulai dari jamming, nemuin riff yang enak, lalu dari situ berkembang jadi lagu utuh,” ungkap mereka. Liriknya pun tak lahir dari narasi fiktif, melainkan potret emosi yang tengah mereka rasakan saat itu. “Kami lebih sering nulis lirik berdasarkan apa yang lagi kami rasain, jadi lagunya terasa hidup dan relevan buat kami.”

Enam lagu dalam Sakara Rupa—terdiri dari “Mungkin Harus Menghilang”, “Memahami Semua yang Hilang”, “Tuhan Aku Lelah”, “Mengapa Diriku Seperti Ini”, “Tak Tahu Harus Kemana”, dan “Tidak Lagi Hidup di Masalalu”—memuat narasi yang padat dan personal. Setiap judul seperti lembar pengakuan batin yang mengundang pendengarnya untuk masuk ke ruang paling rapuh dalam diri sang penulis.


Di luar EP ini, Luciand juga telah merilis tiga single terbaru yang berdiri sebagai karya terpisah namun tetap berasal dari pengalaman yang sama dalam mengolah kegelisahan dan emosi:

  • Single pertama berbicara tentang kegagalan yang terus menghantui, namun dibungkus dengan sound agresif dan tetap catchy.

  • Single kedua lebih personal—bercerita tentang kecemasan dan rasa minder yang sering mereka pendam, tetapi kali ini disuarakan dengan teriakan lantang.

  • Single ketiga terbilang paling eksperimental, dengan permainan tempo dan suasana, namun tetap mengangkat tema tentang melepaskan beban sosial.

Seluruh proses produksi dilakukan secara mandiri, yang justru menjadi kekuatan utama EP ini. “Kami banyak belajar dari trial and error, dan itu yang bikin EP ini terasa dekat dan jujur buat kami,” ujar mereka.



Selain Sakara Rupa, Luciand juga merilis single terbaru berjudul “Would Cry” yang tayang secara digital pada 30 Mei 2025. Lagu ini membuka lembaran baru dalam perjalanan mereka—lebih kelam, lebih reflektif, dan sepenuhnya jujur. Ditulis langsung oleh Aksahya, “Would Cry” bukanlah sekadar lagu, melainkan ruang pengakuan akan luka lama yang tak kunjung sembuh, namun kini ingin diterima.

“Lagu ini bukan untuk meminta perhatian, tapi karena aku butuh ruang untuk jujur,” kata Aksahya. Dentuman drum dan gitar yang terdistorsi menjadi kendaraan bagi narasi sunyi yang terasa seperti lembaran diary yang dibiarkan terbuka. “Would Cry” menjadi semacam terapi dalam bentuk musik—menyentuh telinga, menyapa hati mereka yang pernah merasa terasing di tengah keramaian.

Saat ditanya tentang bagaimana mereka ingin menjangkau pendengar musik keras di Cianjur, Luciand menjawab tanpa ragu: “Kami pengen bilang ke teman-teman musik keras di Cianjur, jangan ragu buat dengerin band baru kayak kami. Kami bukan cuma bawa sound Grunge, tapi juga cerita yang mungkin relate sama kehidupan kalian juga.”

Bagi Luciand, musik keras bukan hanya tentang amarah, tetapi juga keberanian untuk jujur dan berdamai dengan diri sendiri. “Kami pengen ngajak semua orang buat ngerasain kalau musik keras nggak melulu soal marah, tapi juga tentang keberanian buat jujur, tentang berdamai sama diri sendiri, dan tentang melawan rasa takut.”

Sebagai pendatang baru di scene, mereka punya harapan besar agar komunitas musik Grunge di Cianjur bisa tumbuh secara kolektif. “Kami berharap scene Grunge Cianjur makin solid, terbuka, dan saling dukung. Kami pengen ada lebih banyak ruang buat band baru tampil, lebih banyak kolaborasi, dan lebih banyak orang yang berani eksplorasi.”

Dengan Sakara Rupa dan “Would Cry”, Luciand bukan sekadar menawarkan lagu. Mereka menghadirkan suara dari ruang-ruang batin yang sering tak terdengar. Di tengah kerasnya distorsi, mereka bicara soal luka. Dalam dentuman drum, mereka mengajak kita menyelami keheningan yang jujur.

EP Sakara Rupa  



Band contact 
Instagram 
Email (Press & Booking): official.monzuu@gmail.com

Post a Comment for "Luciand Tancapkan Akar Grunge Baru dari Cianjur melalui Ep Sakara Rupa dan single Would Cry"